RSS
Facebook
Twitter

Rabu, 23 November 2016

                Seiiring dengan semakin mengglobalnya dunia, batas antar negara di dunia semakin tipis. Karena secara tidak langsung dengan adanya globalisasi, perlahan-lahan dunia terpaksa menggunakan sistem yang sama, baik dari sisi ekonomi, politik maupun budaya. Khususnya dalam bidang ekonomi, globalisasi diidentikkan dengan penggunaan sistem liberal yang menuntut diminalisasikannya hambatan-hambatan dalam interaksi ekonomi. Hambatan-hambatan tersebut berupa penghilangan proteksi nasional dan hambatan regional, yang mengarah pada perdagangan global. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada kepentingan ekonomi setiap negara karena menjadi terfragmentasi dan bahkan,terkadang timbul berbagai resistensi terhadap tren ekonomi global ini.

Hasil gambar
                Nah, bagaimanakah kebijakan pemerintahan negara-negara angota KAA dalam menghadapi persaingan ekonomi global? Untuk kali ini, ingin sekali saya membahas mengenai Jepang karena Jepang sebagai salah satu negara maju pasti memiliki satu atau dua kebijakan tentang ekonomi yang bisa membuatnya maju yang mungkin cocok untuk dilaksanakan pada iklim perekonomian negara-negara anggota KAA lain.


                Di Jepang sendiri, terjadi perubahan dalam struktur ekonominya dimana para aktor yang berkecimpung dalam ekonomi Jepang harus mengadaptasikan pandangan global tersebut dalam merencanakan dan menjalankan strategi ekonominya. Hasilnya, perlindungan nasional terhadap perdagangan dan kepentingan industri semakin sulit dilakukan mengingat tingkat kompetisi dan komunikasi global, serta perdagangan bebas yang semakin membesar. Oleh karena itu, dilaksanakan beberapa restrukturisasi kebijakan ekonomi di tingkat domestik dan internasional untuk mengatasi goncangan ekonomi akibat perdagangan bebas.
                Sektor yang paling dilindungi oleh Jepang adalah sektor pertanian, khususnya beras. Kebijakan ini menimbulkan banyak tentangan dari berbagai negara di dunia yang menginginkan Jepang menghilangkan proteksinya. Tekanan internasional (gaiatsu) tersebut paling dirasakan saat Putaran Uruguay tahun 1993 yang mengagendakan liberalisasi perdagangan produk pertanian dan perdagangan jasa. Melihat masih adanya kebijakan proteksi yang diterapkan Jepang pada masa liberalisasi ekonomi ini, menunjukkan bahwa Jepang belum sepenuhnya menjadi negara liberalis, dan masih menjadi negara merkantilis yang memperjuangkan dan melindungi kepentingan nasionalnya. Dalam menjalankan hal tersebut, Jepang dengan cukup sukses melaksanakan dua kepentingannya, yaitu memanfaatkan sistem perdagangan internasional untuk keuntungan yang sebesarnya (liberalis), dan di sisi lain melindungi sektor pertaniannya dari serbuan produk asing serta mengintervensi ekonomi dalam tataran kebijakan (merkantilis).
                Salah satu faktor keberhasilan ekonomi politik Jepang di dunia internasional adalah adanya hubungan koordinasi yang solid dan kerjasama yang saling menguntungkan antara birokrat, politisi (partai politik) dan pengusaha. Hubungan ketiganya disebut sebagai iron triangle. Iron triangle merupakan aktor-aktor utama yang mendukung peningkatan ekonomi Jepang . Adanya hubungan Iron Triangle tersebut menjadikan Jepang mendapat julukan sebagai Japan Inc. Japan Incoorporated merupakan hubungan informal yang mengibaratkan Jepang sebagai perusahaan. Hubungan yang erat antara pemerintah dan bisnis ini sudah terjalin sejak pasca PD II di mana dalam hubungan tersebut terdapat cita-cita bersama yaitu untuk rekonstruksi nasional dan pertumbuhan ekonomi demi mengejar ketertinggalannya dari Barat. Japan Incoorporated memiliki 2 komponen, yaitu structure atau institution serta kebijakan. Sebagai suatu struktur, Japan Inc merupakan mekanisme politik dan sistem yang mapan dengan kerangka budaya family like relationship.
                Birokrasi yang paling berperan dalam sistem kebijakan luar negeri Jepang adalah MoFA (Ministry of Foreign Affairs / gaimushoo), yang mengkoordinir penyaluran ODA (Official Development Assistant). MoFA mempunyai otoritas administratif yang besar dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang dibiayai ODA. Mengingat besarnya peran ODA dalam membawa Jepang ke percaturan dunia, maka ODA kerap disebut sebagai pilar dari diplomasi Jepang. Untuk itu, MoFA membentuk JICA sebagai agensi yang menangani bantuan teknis. Pemberian ODA Jepang terhadap negara-negara berkembang di dunia (termasuk perbaikan infrastruktur, hutang, maupun hibah) pada dasarnya merupakan stimulus bagi kelancaran investasi dan operasional perusahaan-perusahaan Jepang yang ada di negara tersebut.
                Selain MoFA, ada pula MITI(saat ini METI). Keberadaan METI menjadi semakin penting setelah tahun 1970-an, di mana Jepang lebih banyak terlibat dalam hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain, sehingga bidang ini lebih dikuasai METI karena isu-isu ekonomi internasional lebih banyak dibahas. Selain itu, yang merumuskan industrial policy adalah METI. Administrative guidance ini digunakan perusahaan-perusahaan / bisnis Jepang di manapun berada. Inti dari industrial policy adalah pada peran pemerintah yang intervensi secara sadar mempengaruhi sektor-sektor ekonomi agar mengikuti kebijakan pemerintah. Industrial policy berkaitan erat dengan bidang perdagangan, pasar tenaga kerja, competition policy (agar barang yang diproduksi bisa bersaing) serta insentif perpajakan (berupa pajak yang ringan bagi pelaku bisnis). Adanya peran pemerintah yang diwakili oleh birokrasi ini menunjukkan bahwa perdagangan internasional yang dilakukan Jepang mendapat dukungan dari negara, bahkan hingga negara tujuan investasi. Pemerintah Jepang dengan jelas memberikan perhatiannya pada faktor pendukung pasarnya di tingkat internasional. Sehingga, dari sisi ini, merkantilisme pemerintah Jepang menjadi semakin jelas. Untuk mengetahui sektor lain yang mendapat perhatian dan perlindungan yang besar (terutama sektor pertanian domestik), akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.


                Nah, jadi yang perlu diambil pelajaran oleh Indonesia dari pengalaman Jepang ini adalah pemerintah Indonesia harus dengan secara sadar memilah-milah sektor mana saja yang sudah siap dan mana yang belum. Kesiapan dan kekuatan sektor tersebut sangat penting mengingat adanya penjelasan yang menyebutkan bahwa apabila persyaratan kekuatan domestik belum dipenuhi sebelum terjun ke area perdagangan bebas, maka jika negara membiarkan pasar bebas berlaku sementara posisi sendiri lemah, hal tersebut hanya akan menghancurkan diri sendiri.


0 komentar:

Posting Komentar