RSS
Facebook
Twitter

Sabtu, 19 Maret 2016

BANTEN, Negeri yang Kaya Akan Budaya

        Hai readers, kalian tahu kan Banten? Ituloh provinsi paling barat dari Pulau Jawa. Ternyata terlepas dari kemelut politik yang menimpanya, dia pernah mengalami masa kejayaannya di bawah Kesultanan Banten. Gak percaya? Yaudah akan kutunjukkan! 
       Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Adanya pelabuhan memungkinkan terjadinya akulturasi budaya luar yang dibawa oleh pedagang asing sehingga budaya di Banten menjadi sangat beragam dengan nilai kebudayaan yang menggunung. Setelah melalui proses panjang, jadilah Banten yang seperti sekarang ini. BANTEN yang kaya akan BUDAYA.... 
       Berikut ini Kebudayaan, tradisi, dan peninggalan bercorak Islam yang menjadi saksi bisu masa kejayaan Islam di Banten : 


  •    Kebudayaan Pencak Silat                                   Pencak silat merupakan seni beladiri yang berakar dari budaya asli bangsa Indonesia. Disinyalir dari abad ke 7 Masehi silat sudah menyebar ke pelosok nusantara. Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke15 di Nusantara. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di pesantren-pesatren dan juga surau-surau. Budaya sholat dan silat menjadi satu keterikatan erat dalam penyebaran pencak silat. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual. Banten yang namanya sangat dikenal untuk ilmu silatnya juga penyebarannya tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Tidak heran banyak nama dari jurus dan gerakan perguruan silat asli Banten diambil dari aksara dan bahasa arab. Pencak silat Banten mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Banten yang didirikan pada abad 15 masehi dengan raja pertamanya Sultan Hasanudin. Perkembangan pencak silat pada saat itu tidak terlepas dari dijadikannya silat sebagai alat untuk penggemblengan para prajurit kerajaan sebagai bekal ketangkasan bela negara yang diajarkan oleh para guru silat yang mengusasai berbagai aliran. Silat juga sebagai dasar alat pertahanan kerajaan dan masyarakat umum Banten dalam memerangi kolonialisme para penjajah. Pada saat ini pun Banten masih dikenal dan diakui secara luas dengan pendekar dan jawaranya, sebutan untuk orang-orang yang mahir dalam ilmu silat.


  • Kebudayaan Debus                              Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain.
           Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
            Di Banten sendiri kesenian debus atau keahlian melakukan debus menjadi sesuatu yang lumrah dan banyak perguruan yang mengajarkannya.                                                                                                         
  • Kebudayaan Rudat Banten           Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan. Rudat terdiri dari sejumlah musik perkusi yang dimainkan oleh setidaknya delapan orang penerbang (pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga dua belas penari.Menurut beberapa tokoh Rudat, nama Rudat diambil dari nama alat yang dimainkan dalam kesenian ini. Alat musik tersebut berbentuk bundar yang dimainkan dengan cara dipukul. Seni Rudat mulai ada dan berkembang pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
               Tidak banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena sekarang sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit bahkan sebagian sudah meninggal. Naskah yag berisi sejarah Rudat dan nilai-nilai filosofis tentang rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang yang salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah yang menjadi sesepuh disana.


               Meskipun tidak banyak yang mengetahui pencipta kesenian ini, warga Sukalila meyakini bahwa Rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian. Langkah-langkahnya merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi tarian dan diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaiaan utama tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.



                 Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni Rudat malah terkubur. Pada zaman Sinuhun Kasultanan Banten IV Pangeran  Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651 M) seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa untuk berlatih bela diri dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.                                                                                       
  • Kebudayaan Tari Dzikir Saman Banten   
         Dzikir Saman yang ada di Banten berbeda dengan Saman yang ada di Aceh, disini para pemainnya terdari dari laki-laki dengan membentuk lingkaran. Sambil berputar, sambil menyebutkan shalawat Nabi Muhammad SAW. Seni Dzikir Saman ini tidak diiringi dengan perangkat alat musik, hanya nyanyian dengan menyebut asma Allah, alok dan gerakan tubuh yang berputar-putar. Seni ini sudah ada sejak dahulu, biasanya dalam acara tertentu seperti Khol Syeh Abdul Khodir Jailani, Rasullan, dan acara keagamaan lainya.                                                                                                                                                                               
  • Kebudayaan Rampak Bedug                                                                            Nah, ini nih kesenian paling mantap dari Banten yang biasanya ditampilkan pada acara-acara formal/ nonformal. Bedug terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya waktu shalat wajib 5 waktu. Kata “Rampak” mengandung arti “Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya Banten.
    Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.
    Fungsi Rampak bedug :
    • Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.
    •  Nilai rekreasi/hiburan.
    • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.
     
    “Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
    Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah sebagai berikut pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
    Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatif religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Bajunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.
    Waditra adalah seni atau kesenian dari budaya jawa. Waditra rampak bedug terdiri dari :
    • Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya’ir dari lagu.
    • Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
    • Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambu dan dililiti kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.
    Sejarah Rampak Bedug
    Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.
    Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : Haji Ilen, Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.                                                                                                                              
  • Masjid Agung Banten                                                        
    Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari bentuk menaranya yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar.
        Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultanpertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung JatiMasjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di desa Banten, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Akses ke lokasi dapat dituju dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Dari terminal Terminal Pakupatan, Serang menggunakan bis jurusan Banten Lama atau mencarter mobil angkutan kota menuju lokasi selama lebih kurang setengah jam.
            Di masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya.
           Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno, bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel.
           Menara yang menjadi ciri khas Masjid Banten terletak di sebelah timur masjid. Menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.
          Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat terlihat di atas menara, karena jarak antara menara dengan laut yang hanya sekitar 1,5 km.

          Dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.                        Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China yang juga merupakan karya arsitek Cina yang bernamaTjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
  • Pelabuhan Internasional Karangantu                                   Selain membangun masjid sebagai pusat peribadatan dan membangun Keraton Sorosowan sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan, Sultan Maulana Hasanuddin juga membangun Pelabuhan Karangantu sebagai pusat perekonomian sekaligus untuk memperkenalkan Banten sebagai kesultanan yang terlepas dari Kerajaan Demak.
       Pelabuhan ini berfungsi sebagai pelabuhan internasional yang menempatkan Banten sebagai salah satu kota pelabuhan terkuat di nusantara. Saat kota Banten menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Maulana Hasanuddin, kota ini banyak didatangi pedagang asing dan Nusantara. 
  • Reruntuhan Keraton Surosowan                                                                           
         Setelah mendeklarasikan Banten se bagai kesultanan yang merdeka dari Kerajaan Demak, Sultan Maulana Hasanuddin, raja sekaligus pemuka agama di Banten, juga mendirikan Keraton Surosowan.
    Keraton Surosowan ini digunakan sebagai tempat tinggal keluarga sul tan sekaligus pusat administrasi peme rin tahan Kesultanan Banten. Bangunan yang terletak di selatan Masjid Agung Banten menjadi tempat yang paling eksotis dan bersejarah.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              Nah itulah segelintir kebudayaan Banten yang terkenal. Sebenarnya masih banyak kebudayaan Islam di Banten yang sangat berpengaruh. Semoga postingan ini bermanfaat untuk mengenalkan kebudayaan Banten pada dunia luar.                                         

0 komentar:

Posting Komentar